Monday, June 4, 2018

Batas Akhir Santap Sahur Bukanlah Imsak, Melainkan Subuh

Suasana Subuh (Sumber: mapip.sch.id)

Kata Imsak yang selama ini kita jadikan pedoman dalam mengakhiri santap sahur atau memulai puasa (terutama puasa wajib Ramadan) konon hanya dikenal di Asia Tenggara (khususnya Indonesia). Kata Imsakkemungkinan dibuat dengan maksud baik/positif, yakni sebagai peringatan bahwa waktu Subuh tak lama lagi akan datang sehingga kita diminta untuk segera meninggalkan aktivitas makan dan minum. Tentu saja, ini hal baik dan membantu.
Namun, sayangnya,  banyak umat Islam jadi menganggap bahwa batas akhir makan sahur atau dimulainya puasa adalah Imsak. Hal ini menyebabkan banyak kaum Muslim langsung mengakhiri kegiatan makan dan minum begitu kata Imsakdikumandangkan melaui pengeras suara di masjid-masjid. Makan dan minum setelah waktu memasuki Imsak sering dianggap membatalkan puasa.
Dan tahukah kita bahwa anggapan itu salah dan menyesatkan? Rasulullah saw. menyatakan bahwa batas akhir waktu santap sahur adalah Subuh. Mari kita perhatikan hadis berikut.
Jika salah seorang dari Kamu mendengar adzan sedangkan ia masih memegang piring (makanan), maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menyelesaikan hajatnya (makannya).(H.R. Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim, disahihkan oleh Adz Zahabi)
Perhatikan pula hadis dan ayat Alquran berikut.
Ibnu Umar berkata, Alqamah Bin Alatsah pernah bersama Rasulullah saw., kemudian datang Bilal hendak mengumandangkan adzan, sehingga Rasulullah saw. bersabda, Tunggu sebentar wahai Bilal, Alqamah sedang makan sahur. (Hadis ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Dan makan dan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.(Q.S. Albaqarah: 187)
Jadi, batas santap sahur adalah waktu fajar (saat adzan Subuh/fajar), bukan Imsak. Mulai sekarang, jika saat santap sahur kita mendengar suara Imsakdari pengeras suara di masjid-masjid, kita tak perlu menghentikan seketika aktivitas sahur kita sampai benar-benar tiba waktu Subuh/fajar. Bahkan, jika saat kita tengah santap sahur tiba-tiba suara adzan terdengar, kita masih boleh menghabiskan makanan dan minuman yang sedang kita pegang sampai tuntas.
 Allahu alam bissawaab.

Monday, May 28, 2018

Prestasi dan Perilaku Beragama Mohamed Salah Mengubah Pandangan Orang Inggris terhadap Islam

Mohamed Salah (Sumber: http://acehtribunnews.com)

Mohamed Salah merupakan nama yang fenomenal di Inggris, Eropa, dan dunia selama paruh kedua tahun 2017 dan paruh pertama tahun 2018. Pria asal Mesir, Afrika, ini sebenarnya adalah seorang pemain sepak bola profesional yang bermain di kompetisi Liga Inggris (Premier League). Namun, berkat penampilannya di lapangan hijau yang produktif dan mengesankan, serta karena kedermawanan, keramahan, kerendahhatian, dan ketaatannya dalam menjalankan ibadah Islam, ia mencuat menjadi figur publik yang memukau dan dikagumi banyak orang.
Mohamed Salah yang bermain untuk klub Liverpool, bahkan turut mengubah persepsi atau pandangan masyarakat Inggris terhadap Islam. Mo Salah, demikian ia biasa disapa, merupakan pesepak bola Muslim yang (dalam musim kompetisi 2017-2018) telah bermain cemerlang dan menakjubkan (untuk Liverpool) serta memperlihatkan figurnya sebagai pemeluk Islam yang ramah dan simpatik sehingga mempesona masyarakat Inggris, terutama pendukung Liverpoool. Sosok Mo Salah menunjukkan bahwa tidak semua Muslim identik dengan terorisme atau kekerasan seperti yang selama ini disalahartikan dan dipropagandakan media-media Inggris dan Barat.
Selama ini masyarakat Barat dan Inggris yang non-Muslim dikenal memiliki persepsi atau anggapan negatif terhadap Islam. Kuatnya persepsi ini terutama mencuat akibat seringnya terjadi tindak terorisme (yang mengatasnamakan Islam) di berbagai negara di dunia. Anggapan itu makin tertanam kuat setelah kelompok militan ISIS (yang juga mengatasnamakan Islam) melakukan serangkaian teror sadis di Irak, Suriah, dan beberapa negara Barat.
Akan tetapi, kepribadian, penampilan, dan kebiasaan Salah mulai mengubah citra Islam khususnya di kalangan masyarakat Inggris yang non-Muslim. Berkat prestasi dan kepribadian Salah yang banyak dipublikasikan media, Islam yang sesungguhnya memang penuh kelembutan, kesantunan, dan  perdamaian mulai kembali menemukan citranya yang sejati. Salah dikenal sebagai seorang Muslim yang taat beribadah. Penampilannya yang produktif dan memukau di lapangan hijau yang dibarengi dengan ketekunannya dalam beribadah serta kesantunan, keramahan, dan keeleganannya menimbulkan simpati yang luas di Inggris.
Permainannya yang brilian dengan sejumlah umpan (assist) dan 44 gol yang dicetaknya di semua ajang kompetisi membawa Liverpool finish  di urutan keempat di Liga Primer Inggris serta menjadi runner-up  di Liga Champions 2017-2018. Ia juga menjadi pencetak gol (top skor) terbanyak di Liga Inggris. Prestasi ini membuat fans (penggemar) Liverpool dan orang Inggris umumnya mengagumi dan menyayangi Salah. Liverpudlian, sebutan untuk fans Liverpool, pun kemudian membuat chant  (yel-yel) baru khusus untuk Mohamed Salah. Chant   itu berbunyi sebagai berikut.
Jika Tuhanmu cukup baik untukmu
Tuhanmu cukup baik untukku
Jika kamu mencetak beberapa gol lagi
Lalu aku akan menjadi Muslim juga!
Jika Tuhanmu cukup baik untukmu
Tuhanmu cukup baik untukku
Duduk di masjid bersamamu
Itulah tempat yang ingin aku tuju!
Chant  itu menunjukkan keterpesonaan dan bahkan ketertarikan untuk menjadikan Mo Salah sebagai panutan. Ditambah dengan penampilan cemerlang seorang rekan setimnya di Liverpool yang juga seorang Muslim, yakni Sadio Mane, Salah berhasil mengubah pandangan masyarakat Inggris dari yang semula fobia  (takut yang tak beralasan) terhadap Islam menjadi mulai lunak dan menghargai Muslim. Munculnya chant  di atas tak lepas dari perilaku santun dan religius Mohamed Salah yang kerap disorot media. Mohamed Salah melakukan sujud syukur setiap kali sehabis mencetak gol. Mohamed Salah mendapat julukan The Pharaoh  atau The Egyptian King  karena dia berasal dari Mesir, negara yang masyoritas penduduknya beragaman Islam serta negara yang dikenal sebagai salah satu center of excellence  Islam dunia.
Fans merasa bahwa Tuhan yang dipercaya Mo Salah, yakni Allah swt., telah membantu Mohamed Salah selama pertandingan membela Liverpool. Agama (Islam) yang dianut Mo Salah telah membuatnya menjadi pribadi yang menonjol dan inspiratif seperti sekarang ini. Hal ini membuat fans dan suporter Liverpool  khususnya serta penggemar sepak bola Inggris umumnya menaruh rasa hormat dan sayang terhadapnya, padahal selama ini mereka dikenal memiliki perilaku yang buruk dan rasis.
Salah juga biasa melakukan kegiatan amal di luar sepak bola. Beberapa kegiatan sosial yang dilakukan Mo Salah juga mengundang decak kagum penggemarnya. Misalnya saja, ia terkenal suka bersedekah untuk orang-orang yang hidupnya kekurangan. Dia juga beberapa kali tertangkap kamera tengah membaca Alquran atau membawa Alquran setiap kali pergi.
Mo Salah pernah menyumbangkan dana sekitar Rp 9,3 miliar untuk penyediaan alat pengobatan kanker. Ia juga menyumbang dana Rp 3,5 miliar untuk pernikahan massal 70 pasangan di kota asalnya. Setiap bulan, ia rutin menyisihkan dana Rp 40 juta untuk menyantuni fakir miskin di Mesir. Satu gol yang dia cetak bernilai seekor sapi yang disembelih dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin, Hal ini dilakukannya sebagai tanda syukurnya (kepada Allah swt.).
Berbagai serangan terorisme yang mengatasnamakan Islam mungkin telah membuat citra Islam menjadi buruk. Hal serupa juga mungkin menghilangkan kepercayaan masyarakat dunia terhadap Islam. Namun, Mohamed Salah berhasil mengubahnya dengan prestasi yang dia tunjukkan. Bukan tidak mungkin pula, jika Salah mampu mempertahankan prestasi berikut citra dirinya sebagai Muslim yang taat beribadah, santun, ramah, simpatik, dan gemar beramal, banyak orang Inggris khususnya dan orang Barat umumnya akan mengikuti jejak keyakinan religiusnya sebagai Muslim (alias menjadi mualaf).


Nabeez, Minuman Kegemaran Rasulullah saw. pada Bulan Ramadan


Kurma dan nabeez (Sumber: (https: healthandlovepage.com)

Pada bulan Ramadan Rasulullah saw. biasa mengonsumsi air nabeez. Beliau mengonsumsinya pada saat berbuka, setelahnya, dan/atau setelah santap sahur. Hal ini juga dapat kita lakukan selama bulan Ramadan.
Apakah yang disebut air nabeez? Air nabeez adalah minuman yang terbuat dari air rendaman buah kurma. Nabeez merupakan minuman kegemaran Rasulullah sehingga menjadi minuman sunah yang patut kita konsumsi.
Nabeez merupakan air tonik alkalin yang memiliki manfaat-manfaat sebagai berikut:
·        memperlancar proses metabolisme,
·        menghapus kadar keasaman pada lambung,
·        membersihkan sisa metabolisme dari tubuh,
·        meningkatkan fungsi pencernaan,
·        menambah daya ingat,
·        memperbaiki masalah limpa dan hati, serta
·        mengatasi  arthritis dan asam.

 Cara Membuat Nabeez
Cara membuat air nabeez cukup mudah; hanya dengan merendam beberapa butir kurma dengan segelas air. Ambil 3, 5, 7, atau 9 butir kurma (bilangan ganjil seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw.), kemudian masukkan ke dalam gelas berisi air putih matang. Dalam keadaan tertutup, biarkan rendaman itu selama 10-12 jam. Setelah itu, baru dapat diminum.

Dengan teratur dan disiplin minum air nabeez, meskipun saat sahur hanya makan sedikit, insya Allah badan akan terasa lebih bertenaga dan kendatipun kita berpuasa, insaya Allah badan tetap sehat dan fit. Nabeez baik diminum saat berbuka puasa sebelum kita melakukan santap besar (santap makanan lengkap), serta pada saat sahur.

Namun, perlu diingat bahwa nabeez  tidak boleh dibiarkan lebih dari 2-3 hari karena akan mengalami fermentasi. Pada saat fermentasi sudah berlangsung, maka hal itu menjadi awal terbentuknya alkohol serta telah menjadi bagian dari minuman beralkohol sehingga hukumnya haram untuk diminum.

Oleh sebab itu, sebaiknya nabeez diminum dalam keadaan segar. Begitu selesai dibuat (setelah melalui perendaman 10-12 jam), segera diminum. Jika kita membuat nabeez pada pagi hari, kita minum saat berbuka puasa; jika kita membuatnya sore hari, kita minum waktu sahur.

Adapun kurma yang habis  direndam, dapat pula langsung kita makan setelah airnya (nabeez) diminum. Saat disantap, kurma yang habis direndam pun terasa lebih enak dan lembut. Dengan membuat nabeez, kita akan mendapatkan beberapa keuntungan sekaligus, yakni mengikuti sunah Rasul, mendapatkan buah kurma yang lebih lembut dan enak, serta memperoleh air nabeez yang menyegarkan dan menyehatkan.

Selamat mencoba. Tabarakallah, semoga bermanfaat dan barokah.

Monday, April 2, 2018

Kekhasan dan Keistimewaan Bahasa Arab

Bahasa Arab ditulis dengan huruf Arab (Hijaiah) (Sumber: www.plukme.com)


Bahasa Arab (al-Lughah al-‘Arabiyyah) merupakan salah satu bahasa Semit Tengah, yang termasuk dalam rumpun bahasa Semit serta berkerabat dengan bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa Neo-Arami. Bahasa Arab memiliki lebih banyak penutur dibandingkan bahasa-bahasa lain dalam rumpun bahasa Semit. Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa pertama oleh lebih dari 280 juta orang yang sebagian besar tinggal di Timur Tengah dan Afrika Utara. Bahasa ini adalah bahasa resmi di 25 negara.
Bahasa Arab adalah bahasa yang istimewa. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa peribadatan dalam agama Islam karena merupakan bahasa yang dipakai dalam Alquran. Bacaan-bacaan dalam salat yang dilakukan umat Islam juga menggunakan bahasa Arab. Berbeda dengan hampir semua bahasa lain di dunia, bahasa Arab memiliki abjad atau huruf (disebut huruf Hijaiah) yang cara menulisnya dari kanan ke kiri (abjad bahasa lain umumnya ditulis dari kiri ke kanan).
Berdasarkan penyebarannya, bahasa Arab percakapan memiliki banyak variasi (dialek). Bahasa Arab modern telah diklasifikasikan sebagai satu makrobahasa dengan 27 subbahasa. Bahasa Arab baku (kadang-kadang disebut bahasa Arab sastra) diajarkan secara luas di sekolah dan universitas serta digunakan dalam dunia kerja, pemerintahan, dan media massa. Bahasa Arab baku berasal dari bahasa Arab klasik, yang merupakan satu-satunya anggota rumpun bahasa Arab Utara Kuno yang saat ini masih digunakan. Bahasa Arab Klasik juga telah menjadi bahasa kesusastraan dan bahasa peribadatan Islam semenjak kurang lebih abad ke-6.
Bahasa Arab telah menyumbangkan banyak kosakata kepada bahasa-bahasa lain yang digunakan di negara-negara dan komunitas Islam, sama seperti sumbangan bahasa Latin kepada bahasa-bahasa Eropa. Pada Abad Pertengahan, bahasa Arab juga merupakan alat komunikasi utama dalam budaya, terutama dalam sains, matematika, dan filsafat. Hal ini menyebabkan banyak bahasa Eropa mendapat banyak sumbangan kosakata dari bahasa Arab.
Sebagaimana kosakata bahasa Eropa lain, kosakata bahasa Inggris banyak yang diserap dari bahasa Arab melalui bahasa Eropa lain, terutama Spanyol dan Italia. Kosakata Inggris yang diserap dari bahasa Arab, antara lain (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia), ‘gula’ (sukkar), ‘kapas’ (qutn), ‘majalah’ (makhzen), ‘aljabar’, ‘alkohol’, dan ‘zenith’.
(Sumber: Akhmad Zamroni, Artikulasi, http://caraelegan.blogspot.co.id/2016/12/keunikan-dan-keistimewaan-bahasa-arab.html, 25 Desember 2016)

KMS: Antara Kartu Menuju Sehat dan Kartu Menuju Sakaratulmaut

Grafik sakaratulmaut (Sumber: https://caraelok.blogspot.co.id)

Kita yang sudah berkeluarga dan punya anak (dan sebagian sudah punya cucu) pasti sudah paham dan hafal akan dunia anak-anak. Anak kita yang belum genap berumur 5 tahun lazim disebut balita (bawah lima tahun). Sebagai alat untuk memantau kesehatan serta pertumbuhan dan perkembangan tubuh si balita, kita biasanya mendapat sebuah kartu yang disebut KMS (kartu menuju sehat) dari klinik bersalin atau rumah sakit tempat si kecil dilahirkan.
Untuk kesehatan serta pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya, balita harus rutin diberi ASI serta makanan dan minuman tambahan lain yang bergizi cukup dan seimbang. Sebulan sekali kita juga perlu membawanya ke posyandu atau puskesmas untuk diperiksa dan ditimbang berat badannya. Hasil pemeriksaan dan penimbangan akan diisikan pada KMS sebagai bahan untuk evaluasi dan menentukan langkah-langkah perawatan selanjutnya.
Selama kita rajin, tekun, disiplin, dan teratur melakukan semua hal di atas serta tak lalai memberikan kasih sayang yang cukup, kita tak perlu khawatir akan kesehatan serta masa depan pertumbuhan dan perkembangan balita kita. Sejauh kondisinya normal dan kita merawatnya dengan cara yang wajar dan standar, balita kita akan baik-baik saja, kecuali terjadi hal-hal yang berada di luar kuasa kita (force majeure). Dapat dipercaya, kita semua rasanya sudah melakukan tugas, tanggung jawab, dan kewajiban kita kepada balita-balita kita dengan baik.
Namun, sejalan dengan bertambahnya usia, diri kita sendiri ternyata telah atau mulai menjelma menjadi balita juga. Kita menjadi “balita” dalam bentuk yang lain, yakni ‘bawah lima puluh tahun’! Dan seperti halnya balita anak-anak kita, ternyata kita juga membutuhkan KMS dalam bentuk yang juga lain, yakni kartu menuju sakaratulmaut!
Seperti halnya balita anak, sebagai balita dewasa, kita juga membutuhkan perawatan untuk keperluan pengisian kartu menuju sakratulmaut. Akan tetapi, tidak seperti perawatan balita anak yang memerlukan peran orang tua, perawatan balita dewasa hampir sepenuhnya membutuhkan peran dan kesadaran diri sendiri dari yang bersangkutan. Dengan kata lain, sebagai balita dewasa, kita sendirilah yang melakukan perawatan diri untuk mengisi kartu menuju sakaratulmaut  milik kita.
Jika perawatan balita anak dilakukan agar kesehatan serta pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya senantiasa menunjukkan grafik meningkat pada kartu menuju sehat, perawatan balita dewasa dilakukan agar keimanan dan ketakwaannya juga senantiasa menunjukkan indikasi meningkat pada kartu menuju sakaratulmaut. ASI serta makanan dan minuman tambahan yang bergizi cukup dan seimbang menjadi asupan wajib untuk peningkatan kesehatan serta pertumbuhan dan perkembangan balita anak. Namun, untuk balita dewasa, asupan mutlak yang tidak boleh ditinggalkan adalah ibadah agar keimanan dan ketakwaan pada kartu menuju sakaratulmaut secara progresif menunjukkan grafik peningkatan.
Sebagai balita dewasa (bawah lima puluh tahun), sudahkah kita melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mengisi kartu menuju sakaratulmaut? Sudahkah kita menjalankan ibadah (wajib dan sunah) untuk memupuk keimanan dan ketakwaan agar grafiknya pada kartu menuju sakaratulmaut memperlihatkan perkembangan yang meningkat? Sudahkah kita menjalankan salat, puasa, zakat, haji, dan ibadah-ibadah lainnya dengan ajek, tertib, disiplin, konsisten, dan ikhlas untuk mendapatkan rida Allah sehingga perkembangan keimanan dan ketakwaan kita yang tampak pada kartu menuju sakaratulmaut meningkat dengan pesat dan mantap?
Pengisian kartu menuju sakaratulmaut akan ada batas akhirnya. Batas akhirnya tak lain adalah saat Dokter Sang Pemilik Hidup (Allah swt.) memerintahkan asistennya, Malaikat Maut, untuk mengambil nyawa kita. Tidak seperti kartu menuju sehat balita anak yang batas akhir pengisiannya dapat diperkirakan waktunya, hal yang sama pada kartu menuju sakaratulmaut sama sekali tidak bisa diduga. Detik ini, sepuluh menit yang akan datang, lima jam lagi, besok pagi, atau seminggu mendatang, batas akhir itu bisa sewaktu-waktu tiba.
Jika kita lalai mengisi kartu menuju sakaratulmaut dengan ibadah yang tekun, tertib, disiplin, konsisten, dan ikhlas sementara sakaratulmaut itu sendiri datang dengan sangat tiba-tiba, maka tak tertolong lagi, grafik keimanan dan ketakwaan pada kartu menuju sakaratulmaut kita bisa menurun atau bahkan menukik tajam ke bawah. Penurunan atau penukikan grafik ini, seperti dijanjikan oleh Dokter Sang Pemilik Hidup, tidak mengantarkan sang pemilik kartu menuju sakaratulmaut ke tempat penuh kenikmatan dan kenyamanan (surga), melainkan ke jurang kenistaan yang penuh dengan azab dan kesengsaraan (neraka).

Saturday, March 17, 2018

Abu Bakar Ash-Shiddiq (572–634)


Ilustrasi Abu Bakar As-Shiddiq (Sumber: (soffah.net)

Abu Bakar Ash-Shiddiq lahir di Mekah, Arab Saudi, pada tahun 572 dan wafat di Madinah pada 23 Agustus 634 (21 Jumadil Akhir 13 H). Abu Bakar wafat dalam usia 61 tahun karena sakit. Jasadnya dimakamkan di kediaman putrinya, Aisyah, di dekat Masjid Nabawi, berdampingan dengan makam Nabi Muhammad saw.
Nama lengkap Abu Bakar adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin Amir bi Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy. Abu Bakar berasal dari keluarga kaya keturunan Bani Taim yang masih dalam kelompok suku Quraisy. Ayahnya bernama Uthman Abu Quhafa, sedangkan ibunya bernama Salma binti Sakhar. Abu Bakar menghabiskan masa anak-anaknya di antara masyarakat Badui yang kehidupannya akrab dengan unta  ––  mereka menyebut diri dengan “Ahl-i-Ba'eer” (Rakyat Unta). Semasa kecil ia gemar bermain dengan unta dan kambing sehingga dirinya lekat dengan sebutan atau nama “Abu Bakar”, yang artinya “bapaknya unta”.
Abu Bakar juga mendapat julukan “ash-Shiddiq” dan “’Atiq”.  Kata ash-Shiddiiq  berarti ‘yang membenarkan perkataan dengan perbuatan’, sedangkan kata ‘Atiq  berarti ‘yang indah’ atau ‘yang mulia’.  Pemberian predikat “ash-Shiddiq”, menurut banyak riwayat, terkait dengan kesediaan Abu Bakar untuk mempercayai dan membenarkan perjalanan Isra’ Mikraj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Adapun julukan “‘Atiq” diberikan kepada Abu Bakar karena ia memiliki wajah yang tampan atau cerah serta senantiasa berada di barisan terdepan dalam melakukan kebaikan. Adapun putri Abu Bakar, Aisyah radhiallahu ‘anhu, saat mendeskripsikan ciri-ciri fisik ayahandanya, antara lain, menyatakan bahwa ayahnya adalah seorang yang berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, dahinya lebar, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan inai atau katam.
         As-Sabiqun  al-Awwalun
Beberapa sejarawan Islam menyatakan, Abu Bakar merupakan hakim yang memiliki kedudukan tinggi, orang yang terpelajar, dan seorang pedagang. Pada tahun 591, saat berusia 18 tahun, Abu Bakar sudah menekuni profesi sebagai pedagang kain ––perdagangan kain memang sudah menjadi bisnis keluarganya. Bisnis kain membuatnya sering melakukan perjalanan hingga ke Suriah, Yaman, dan beberapa tempat jauh yang lain. Bisnis yang ditekuninya membuat ia kian kaya dan berpengalaman dalam berdagang.
Sebagaimana anak-anak dari keluarga pedagang kaya Mekah, Abu Bakar juga termasuk orang yang terpelajar. Ia menguasai keterampilan menulis dan membaca serta menyukai syair (puisi). Ia seringkali menghadiri pameran tahunan dan turut berpatisipasi dalam simposium puisi. Ia juga mempunyai ingatan yang kuat dan pemahaman yang baik perihal silsilah suku-suku Arab serta sejarah dan politik mereka.
Pada masa dewasa Abu Bakar termasuk golongan as-sabiqun al-awwalun, yakni orang-orang yang pertama atau paling awal memeluk agama Islam –– mereka yang juga masuk dalam golongan ini, antara lain, Siti Khadijah (istri Nabi Muhammad saw.), Umar bin Khattab, Zaid bin Haritsah (seorang budak), dan Ali bin Abi Thalib.  Menurut Tabari, sejarawan Muslim yang terkenal, Abu Bakar memang bukan orang yang pertama masuk Islam setelah muculnya dakwah Islam dari Muhammad saw. Sebelum Abu Bakar masuk Islam, sudah ada lebih dari 50 orang yang lebih dahulu masuk Islam, tetapi Abu Bakar lebih unggul sebagai seorang Muslim.
Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh Nabi Muhammad saw. Sejak zaman jahiliah, Abu Bakar telah menjadi teman Nabi Muhammad saw. Muhammad dan Abu Bakar memiliki usia yang hampir sama, Muhammad lebih tua 2 tahun 1 bulan. Ketika pada suatu hari Nabi Muhammad saw. mengatakan kepada Abu Bakar bahwa beliau adalah utusan Allah serta mengajaknya kepada Allah (masuk Islam), Abu Bakar langsung menyatakan diri memeluk Islam. Kemudian, Abu bakar menemui dan mengajak masuk Islam juga beberapa sahabat lain, yakni Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Sa'ad bin Abi Waqas –– ajakan ini segera disambut keempatnya dengan masuk Islam.
Setelah Abu Bakar masuk Islam, banyak orang lain yang mengikuti jejaknya. Selain mengajak teman-teman dekatnya untuk masuk Islam, ia juga melakukan hal yang sama kepada keluarganya walaupun usahanya tidak selalu membuahkan hasil seperti yang diharapkannya. Istri pertamanya yang bernama Qutaylah binti Abd-al-Uzza tidak bersedia menerima Islam sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Ummi Ruman, bersedia menjadi Muslim. Adapun semua putra Abu Bakar secara sukarela menerima Islam sebagai agamanya kecuali Abdurrahman bin Abi Bakar –– tetapi Abdurrahman kemudian juga menjadi seorang Muslim setelah disepakatinya Perjanjian Hudaibiyyah.
Orang-orang yang memeluk Islam pada masa awal kedatangan agama Islam umumnya mendapat perlakuan kasar dan represif dari penduduk Mekah yang sebagian besar masih memeluk agama nenek moyangnya. Bahkan para mualaf dari kalangan budak mendapat penyiksaan berat dari para tuannya. Keadaan tragis ini mengetuk hati Abu Bakar untuk membebaskan para mualaf budak yang tertindas dengan cara membeli mereka dari tuannya, kemudian memerdekakannya. Abu Bakar berhasil memerdekakan sekitar 70 budak dari cengkeraman dan penyiksaan para majikannya –– mereka yang dibebaskan itu, antara lain, Bilal bin Rabah, ‘Amir bin Fahirah, Zunairah, Al Hindiyyah, Bani Mu’ammal, dan Ummu ‘Ubais.
         Menjadi Khalifah Pertama
Dalam peristiwa hijrah, yakni saat Nabi Muhammad pindah dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M, Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Melalui peristiwa itu pula Abu Bakar memiliki ikatan kekeluargaan yang lebih kuat dan dekat dengan Nabi Muhammad saw. Beberapa saat setelah hijrah, Abu Bakar menikahkan putrinya, Aisyah, dengan Nabi Muhammad saw.
Sebelum hijrah dilakukan, Abu Bakar menyedekahkan seluruh hartanya. Nabi Muhammad saw. sempat terperangah dan bertanya, “Wahai Abu Bakar, apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” Dengan ringan Abu Bakar menjawab, “Kutinggalkan untuk mereka, Allah dan Rasul-Nya.”
Adapun selama dalam perjalanan hijrah, Abu Bakar berusaha menjadi pendamping yang sebaik-baiknya bagi Nabi Muhammad saw (Rasulullah saw.). Ia menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah saw. Demi keamanan dan kenyamanan Rasulullah saw., Abu Bakar mengambil poisisi yang berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi perjalanan: kadang ia di belakang, kadang di kanan, dan kadang di kiri Rasulullah saw. Pada saat-saat tertentu ia mempersilakan Rasulullah saw. untuk beristirahat, sementara ia terus berjaga-jaga seolah-olah tidak merasakan lelah.
Kedekatan Abu Bakar dengan Nabi Muhammad saw. serta keunggulannya sebagai pribadi yang berilmu, bertakwa, santun, lemah lembut, dermawan, serta memiliki keyakinan, komitmen, dan kesetiaan tanpa batas terhadap Islam dan Rasulullah saw. menjadikannya sebagai sahabat terbaik yang dianggap paling layak untuk mewarisi kepemimpinan Muhammad Rasulullah saw. Selama Rasulullah saw. menjalani perawatan karena sakit, beliau sendiri yang memerintahkan kepada para sahabat untuk menunjuk Abu Bakar sebagai imam salat untuk menggantikannya. Rasulullah saw. juga pernah menyatakan bahwa pada saat orang lain menganggapnya pendusta, hanya Abu Bakarlah yang membenarkannya sebagai utusan Allah, kemudian ia membela pula Rasulullah saw. dengan seluruh jiwa dan hartanya.
Perintah Rasulullah saw. untuk menunjuk Abu Bakar menjadi imam salat selama Rasulullah saw. sakit dianggap sebagai indikasi kuat bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Setelah Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar juga dianggap sebagai sahabat Rasul yang paling tabah menghadapi suasana duka. Segera setelah wafatnya Rasulullah saw., para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah menggelar musyawarah untuk memilih orang yang akan menggantikan Rasulullah saw. sebagai pemimpin umat Islam. Melalui musyawarah itu akhirnya diputuskan bahwa Abu Bakar ditunjuk menjadi pemimpin (baru) atau khalifah umat Islam.
         Prestasi sebagai Khalifah Pertama
Penunjukan tersebut menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah pertama pasca wafatnya Muhammad Rasulullah saw. Abu Bakar menjadi khalifah dari tahun 632 hingga tahun 634 Masehi  ––  selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari. Tiga sahabat yang kemudian menggantikannya berturut-turut adalah Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Abu Bakar beserta tiga penerusnya ini biasa disebut Khulafaur Rasyidin  atau “khalifah yang diberi petunjuk”.
Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah sempat memicu kontroversi di kalangan sebagian umat Islam saat itu. Golongan tertentu beranggapan bahwa orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Rasulullah saw. adalah Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah saw. sendiri. Namun, segolongan Muslim yang lain menyatakan, penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah sudah benar karena dilakukan melalui musyawarah. Menurut mereka, Rasulullah saw. tidak menunjuk secara langsung pengganti dirinya karena ingin mengedepankan musyawarah dalam memilih pemimpin. Di kemudian hari perbedaan pandangan ini menyebabkan munculnya  dua golongan besar di kalangan umat Islam dunia. Golongan yang menyetujui penunjukan Abu Bakar dikenal sebagai kaum Sunni (Islam Sunni), sedangkan golongan yang menolak penunjukan Abu Bakar dan menghendaki Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dikenal sebagai kaum Syiah (Islam Syiah).
Akan tetapi, terlepas dari kontroversi dan perbedaan dua golongan tersebut, Ali bin Abi Thalib sendiri menyatakan kesediaan dan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar sebagai khalifah. Hal yang sama juga diperlihatkan Ali bin Abi Thalib kepada dua khalifah setelah Abu Bakar, yakni Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Kaum Sunni melukiskan hal itu sebagai pernyataan yang antusias dari Ali dan ia menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Adapun kaum Syiah menyatakan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro forma (sekadar basa-basi untuk mengikuti tata cara yang berlaku), mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal istrinya, Fatimah, serta setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Momentum naiknya Abu Bakar sebagai khalifah disusul oleh munculnya masalah-masalah baru di kalangan umat Islam. Beberapa suku Arab dari daerah Hijaz dan Nejed melakukan pembangkangan terhadap Abu Bakar dan sistem yang berlaku. Sebagian dari mereka menolak untuk membayar zakat meskipun tidak menolak agama Islam. Sebagiannya lagi kembali memeluk agama dan tradisi lama (menyembah berhala). Mereka yang melakukan pembangkangan ini mengklaim bahwa mereka hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad saw. sehingga dengan wafatnya beliau komitmen mereka menjadi tidak berlaku lagi.
Abu Bakar tidak tinggal diam melihat hal itu. Ia kemudian menyatakan perang terhadap mereka yang melakukan pembangkangan. Operasi penumpasan yang dilancarkannya memicu terjadinya perang yang dikenal sebagai Perang Riddah. Upaya terbesar dalam perang ini adalah memerangi Musailamah al-Kazzab atau “Musailamah si Pendusta”, yang mengklaim diri sebagai nabi baru pengganti Nabi Muhammad saw. Perang dapat dimenangkan oleh pasukan Muslim pimpinan Khalid bin Walid, sedangkan Musailamah al-Kazzab sendiri dapat dibunuh (orang yang berhasil membunuhnya adalah  Al Wahsyi, seorang mantan budak yang telah bertobat dan memeluk agama Islam).
Kemenangan itu menjadikan Jazirah Arab dapat dikuasai penuh oleh Kekhalifahan Abu Bakar, sementara keadaan internal juga dapat dikendalikan dan menjadi stabil. Pasukan Islam di bawah komando Khalid bin Walid kemudian berhasil menaklukkan Irak dengan relatif mudah, sedangkan ekspedisi yang dilancarkan ke wilayah Suriah juga meraih sukses.
Abu Bakar berperan penting dalam pendokumentasian naskah tertulis Alquran. Kendatipun dalam Perang Riddah banyak penghafal Alquran yang gugur dalam pertempuran, Abu Bakar masih mampu melakukan koordinasi dan konsolidasi untuk menghimpun naskah-naskah Alquran yang tersebar-sebar. Atas saran Umar bin Khattab, Abu Bakar memberikan instruksi untuk mengumpulkan naskah-naskah Alquran. Melalui sebuah tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit, berhasil dikumpulkan dokumen dari para penghafal Alquran yang masih tersisa dan dari tulisan-tulisan yang terdapat pada media seperti tulang dan kulit. Setelah ditulis ulang secara lengkap, hasilnya (naskah dokumen) disimpan oleh Abu Bakar. Sepeninggal Abu Bakar, naskah disimpan oleh Umar bin Khattab, kemudian disimpan oleh Hafsah (putri Umar). Pada masa Kekhalifahan Usman bin Affan, koleksi atau dokumen ini menjadi dasar penulisan teks Alquran seperti yang kita kenal saat ini.

Thursday, March 15, 2018

Kekuasaan dan Kewenangan Khalifah


Literatur tentang khalifah Khulafaur Rasyidin (Sumber: (al-qowam-toko-bukumuslim.com)

Di dalam khazanah keislaman, kita mengenal kata khalifah.  Kata khalifah biasa diterjemahkan sebagai ‘pengganti’ atau ‘perwakilan’. Menurut Alquran, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di muka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isinya. Secara khusus khalifah diartikan sebagai pengganti Nabi Muhammad saw. sebagai imam umatnya dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa kedaulatan Islam (negara). Sebagaimana kita ketahui, selain sebagai nabi dan rasul, Muhammad saw. juga merupakan imam, penguasa, panglima perang, dan sebagainya.
Setelah Nabi Muhammad saw. wafat, “khalifah” merupakan gelar yang diberikan kepada pemimpin umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw. Khalifah juga sering disebut sebagai amir al-mu'minin, yakni “pemimpin orang yang beriman” atau “pemimpin orang-orang mukmin”, yang kadang disingkat menjadi “amir”. Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Kedudukan atau peran khalifah merupakan pemimpin umat untuk urusan negara dan urusan agama. Pemilihan khalifah dilakukan dengan wasiat atau dengan majelis syura' yang merupakan majelis Ahlul Halli wal Aqdi, yakni para ahli ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan umat. Mekanisme pengangkatannya dilakukan dengan cara bai'at  yang merupakan perjanjian setia antara khalifah dan umat.
Sebagian besar akademisi menyepakati bahwa Nabi Muhammad saw. tidak secara langsung memerintahkan pembentukan kekhalifahan Islam setelah beliau wafat. Akan tetapi, masalah yang dihadapi saat itu ialah siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad saw. serta bagaimana kekuasaan yang akan didapatkannya? Hingga saat Nabi Muhammad saw. wafat, kaum Muslim berdebat tentang siapa yang berhak untuk menjadi penerus kepemimpinan Islam. Apa yang dibicarakan masih menjadi kontroversi, tetapi dapat dipastikan bahwa mayoritas kaum muslim yang hadir dalam musyawarah saat itu meyakini bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah penerus kepemimpinan Islam yang akan menggantikan Nabi Muhammad saw. karena sebelum Nabi meninggal, Abu Bakar dipercaya menggantikan posisi Nabi Muhammad saw. sebagai imam salat. Akhirnya Abu Bakar pun terpilih menjadi khalifah pertama dalam sejarah Islam (setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.)
Memilih tokoh yang akan menggantikan Nabi Muhammad saw. bukanlah satu-satunya persoalan yang dihadapi umat Islam saat itu. Umat juga perlu mengklarifikasi, seberapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh pengganti Nabi Muhammad saw. Selama masa hidupnya, Muhammad tidak hanya berperan sebagai pemimpin umat Islam, melainkan juga sebagai nabi dan pemberi keputusan untuk umat Islam. Semua hukum dan praktik spiritual ditentukan sesuai dengan yang disampaikan Nabi Muhammad saw. Musyawarah dilakukan pada persoalan ini untuk menentukan seberapa besar kekuasaan seorang khalifah.
Tidak satu pun dari para khalifah yang mendapatkan wahyu dari Allah karena Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan penyampai wahyu terakhir di muka bumi. Tidak satu pun di antara mereka yang menyebut diri mereka sendiri sebagai nabi atau rasul. Untuk mengatasinya, wahyu Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. kemudian ditulis dan dikumpulkan menjadi Alquran; dijadikan patokan dan sumber utama hukum Islam dan menjadi batas kekuasaan khalifah Islam. Artinya, khalifah adalah seseorang pemimpin yang tunduk pada Alquran dan Hadis sehingga kekuasaannya pun dibatasi oleh Alquran dan Hadis.

Empat Mazhab Fikih Pegangan dan Pedoman Umat Islam Sunni

Kitab dari keempat mazhan (Sumber: (www.mudah.my, http al-azharpress.com, al-aisar.com)


Secara sederhana, mazhab dapat diartikan sebagai aliran mengenai hukum fikih yang menjadi pedoman dan ikutan umat Islam. Dari segi bahasa, kata mazhab  merupakan kata bentukan dari kata dasar dzahaba, yang berarti ‘pergi’. Mazhab juga dapat diartikan ‘jalan atau tempat untuk pergi atau waktu untuk pergi’. Menurut salah seorang ulama (Ahmad ash-Shawi al-Maliki), makna etimologis dari mazhab adalah ‘tempat untuk pergi, seperti jalanan secara fisik’. Adapun secara istilah, makna mazhab yang lazim digunakan dalam ilmu fikih adalah ‘pendapat yang diambil oleh seorang imam dari para imam dalam masalah yang terkait dengan hukum-hukum ijtihadiyah. Pendapat yang diambil oleh seorang imam itu diikuti oleh muridnya dari generasi ke generasi sehingga hal ini kemudian dikenal sebagai mazhab fikih.
Deskripsi makna lain dari mazhab adalah jalan yang dilalui dan dilewati; hal yang menjadi tujuan seseorang baik secara konkret maupun abstrak. Suatu hal dikatakan mazhab bagi seseorang apabila cara atau jalan itu menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, mazhab merupakan metode (manhaj) yang dibentuk melalui pemikiran dan penelitian sehingga orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasan dan bagian-bagiannya, yang dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Kehadiran dan perbedaan mazhab dalam Islam tidak menunjukkan perbedaan yang mutlak dan polaristis. Perbedaan itu lebih merupakan perbedaan jalan logika dan ide dalam memahami Islam. Adapun perkara pokok dalam akidah atau tauhid masih sama dan tidak berubah.
Dalam pada itu, fikih (fiqh) merupakan salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus menjelaskan masalah hukum yang mengatur aspek-aspek kehidupan manusia yang meliputi kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, serta kehidupan manusia dengan Tuhannya. Ulama fikih terkenal, Imam Abu Hanifah, mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah. Fikih membahas cara beribadah, prinsip rukun Islam, dan hubungan antarmanusia sesuai yang tersurat dalam Alquran dan Hadis.
Secara harfiah, fikih berarti pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal. Menurut beberapa ulama, arti fikih secara terminologi adalah ilmu yang mendalami hukum Islam, yang diperoleh melalui dalil di dalam Alquran dan Hadis. Fikih juga merupakan ilmu yang membahas hukum syar'iyyah  dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, baik dalam ibadah maupun muamalah.
Di kalangan umat Islam Sunni di seluruh dunia dianut empat mazhab fikih sebagai pedoman  umat dalam menjalankan ibadah dan muamalah. Keempat mazhab itu adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali. Nama-nama mazhab ini diambil dari nama tokoh ulama yang mencetuskan mazhabnya masing-masing.
Dalam keyakinan umat Muslim Sunni, empat mazhab tersebut valid untuk diikuti. Perbedaan yang terdapat pada setiap mazhab tidak bersifat mutlak dan fundamental. Umat Muslim Sunni kalangan Salafiyah menggunakan semua mahzab dengan dalil yang kuat sebagai pedoman dalam menjalankan ibadah. Berikut ini diuraikan secara singkat empat mazhab yang dianut umat Muslim Sunni.
A.     Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang memiliki nama lengkap Abu Hanifah bin Nu'man bin Tsabit Al-Taimi Al-Kufi. Mazhab ini merupakan mazhab yang paling dominan di kalangan umat Islam Sunni. Sekitar 30-45 persen umat Islam Sunni dunia menganut mazhab ini. Penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian utara, Irak, Syria, Lebanon, Palestina (campuran Syafi'i dan Hanafi), dan Kaukasia (Chechnya, Dagestan). Mazhab Hanafi dikenal sebagai mazhab yang paling terbuka terhadap ide modern.
B.   Mazhab Maliki
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas yang memiliki nama lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirul Ashbani. Mazhab Maliki diikuti oleh sekitar 15-25 persen Muslim Sunni di seluruh dunia. Mazhab Malik dominan di negara-negara Afrika Barat dan Afrika Utara. Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tata cara hidup penduduk Madinah sebagai sumber hukum karena Nabi Muhammad saw. hijrah, hidup, dan wafat di sana. Mazhab ini, antara lain, dianut oleh umat Islam Tunisia, Maroko, Aljazair, dan Mesir.
C.  Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi'i adalah mazhab yang dicetuskan oleh Imam Syafi'i pada awal abad ke-9. Mazhab Syafi'i diikuti oleh sekitar 28 persen umat muslim di dunia. Penganutnya tersebar di Indonesia, Turki, Irak, Suriah, Iran, Bahrain, Arab Saudi, Mesir, Somalia, Yaman, Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, Filipina, dan Sri Lanka. Mazhab Syafi'i menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei Darussalam.
Pemikiran fikih mazhab Syafi'i diawali oleh Imam Syafi'i, yang hidup pada zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra'yi (cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi'i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam Abu Hanifah. Dari hasil berguru kepada kedua tokoh ulama itu, Imam Syafi'i merumuskan mazhab sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok Ahlul Hadits dan Ahlur Ra'yi.
D.   Mazhab Hambali
Mazhab ini dicetuskan oleh Ahmad bin Muhammad Hanbal bin Hilal. Mazhab Hambali dianut  oleh sekitar 5 persen umat Islam dunia. Mazhab Hambali dominan di daerah Semenanjung Arab serta dianut mayoritas penduduk Hejaz, di pedalaman Oman, serta beberapa tempat di sepanjang Teluk Persia dan beberapa kota di Asia Tengah.
Mazhab Hambali atau Al-Hanabilah dicetuskan oleh Al-Imam Ahmad bin Muhammad Hanbal bin Hilal. Dasar-dasar yang pokok dari mazhab ini adalah berpegang pada Alquran, Hadis marfu', serta fatwa sahabat dan mereka yang lebih dekat pada Alquran dan Hadis. Mazhab Hambali merupakan mazhab yang saat ini dianut di Arab Saudi.